Jakarta – Angka transparansi anggaran pemerintah Indonesi dinilai masih stagnan. Mengutip hasil riset Open Budget Survey atau OBS garapan lembaga International Budget Partnership (IBP) pada Akhir Mei 2024, skor keterbukaan anggaran Indonesia tak beranjak pada bilangan bulat 70 dari 100 selama tiga putaran survei.
OBS merupakan survei internasional terkait tata Kelola anggaran yang dimaksud dijalankan dua tahun sekali serta melibatkan 125 negara ke dunia. Sekretariat Nasional Wadah Nusantara untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) selaku peneliti OBS untuk Indonesia menyampaikan, skor ini menempatkan Nusantara pada peringkat 20 dari 125 negara. Survei yang digunakan dilaksanakan tiap dua tahun ini menunjukkan pada kawasan ASEAN, sikap Tanah Air saat ini menurun.
“Posisi Negara Indonesia digantikan oleh Philipina yang mana mendapatkan skor 75 dari 100 serta menempati peringkat ke 15 dunia, dan juga peringkat pertama di ASEAN,” demikian disampaikan pada publikasi Seknas FITRA pada Rabu 26 Juni 2024.
Peneliti OBS dari Seknas FITRA, Widya Kartika mengutarakan skor Indonesia sebetulnya cukup baik, sebab pemerintah mempublikasikan dokumen kunci anggaran secara masif serta tepat waktu. Namun ia menyoroti dua dokumen kunci dari delapan dokumen anggaran yang tersebut dinilai.
“Ada dua dokumen anggaran dalam mana Nusantara cukup lemah skornya, yakni KEM PPKF (Kerangka Perekonomian Makro kemudian Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal) juga APBN KITA,” kata beliau pada diskusi Fitra TV, Hari Sabtu 22 Juni 2024..
Widya mengungkapkan di dokumen KEM PPKF atau rancangan APBN, informasi terkait non-fiskal masih kurang. Seharusnya dielaborasi, seperti misalnya utang serta indikator lain kebijakan, satu di antaranya dampak. “Pemerintah memberikan informasi berapa, tapi tak serangkaian dari tahun ke tahun apakah anggaran berdampak pada output serta outcome,” kata beliau lagi.
Selain itu, dokumen APBN Tanah Air sebagai budget negara yang tersebut dipublikasikan tiap bulan juga masih belum detail. Widya berujar, pemerintah hanya sekali meninjau secara mudah nilai dan juga tujuan penyerapan anggaran. Seperti pada belanja anggaran bantuan sosial atau Bansos yang tersebut belaka disebutkan persentasenya tanpa ada informasi detail mengenai siapa penerimanya.
Untuk mengejar ketertinggalan skor, FITRA merekomendasikan beberapa hal terkait transparansi anggaran. Beberapa dalam antaranya adalah memperdalam informasi kinerja anggaran atau efisiensi dan juga efektivitas anggaran. Sehingga ketika publikasi APBN KITA, bukanlah belaka sekedar informasi serapan anggaran.
Selanjutnya, pemerintah diperlukan menyertakan neraca pemerintah sebagai bagian dari RAPBN kemudian APBN yang menunjukkan informasi tentang aset finansial kemudian non-fnansial pemerintah dalam setiap tahun anggaran. Selain itu, harus meningkatkan informasi pada rancangan APBN lalu APBN terkait risiko fiskal, seperti kegiatan perusahaan publik, kewajiban, tunggakan, dan juga analisis keberlanjutan jangka panjang dari keuangan pemerintah.
Rekomendasi berikutnya adalah menyertakan informasi pelaksanaan kegiatan juga anggaran di Laporan Berkala, Semester I dan juga Laporan Keuangan eksekutif Pusat (LKPP). Yang terakhir, Laporkan perbedaan antara estimasi dan juga hasil aktual untuk indikator kinerja, seperti hasil data non-financial, di LKPP.
Partisipasi Publik Masih Rendah
Open Budget Survey (OBS) juga memaparkan skor partisipasi rakyat pada langkah-langkah penganggaran nasional masih rendah. Seknas FITRA selaku peneliti OBS untuk Indonesi memaparkan skor Tanah Air di dimensi partisipasi umum di penganggaran cuma 26 dari skala 1-100.
Hal ini menciptakan Tanah Air menempati urutan ke 24 dari 125 negara. Peringkat pertama diduduki oleh Korea Selatan dengan skor 65. Di kawasan ASEAN, Indonesia terpencil tertinggal dari Filipina dengan skor 33; Malaysia, 28; lalu Thailand, 28.
Widya Kartika mengemukakan skor Negara Indonesia rendah akibat OBS memandang sistem partisipasi masyarakat yang tersebut dimiliki dalam Nusantara hanya sekali berjalan pada ketika perencanaan atau tahap penganggaran program. “Pada tahap eksekusi, implementasi serta pertanggungjawaban, tak ada ruang rakyat yang cukup untuk komunitas berpartisipasi,” ujar Widya di diskusi Ranking Tanah Air pada OBS, Hari Sabtu 22 Juni 2024.
Sementara itu Korea Selatan berhasil meraih skor partisipasi rakyat tertinggi oleh sebab itu pemerintahnya memberikan saluran khusus bagi warga sipil untuk terlibat dalam setiap siklus pembahasan anggaran. Mereka juga menyediakan media khusus online untuk menyampaikan pendapat dengan segera di dalam setiap siklus perencanaan ke setiap-tiap kementerian juga lembaga.
Untuk meningkatkan partisipasi rakyat pada anggaran, Seknas FITRA merekomendasikan pemerintah membuka ruang partisipasi masyarakat pada waktu penyusunan dokumen-dokumen penganggaran di dalam tingkat nasional, tidak hanya saja sekedar sosialisasi pada waktu dokumen anggaran telah ditetapkan. Misalnya, menyelenggarakan konsultasi rakyat di Rancangan KEM-PPKF, Nota Keuangan, serta RAPBN.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang biasa dilaksanakan dengan DPR, pemerintah wajib melibatkan organisasi rakyat sipil. Komunitas juga perlu hadir kemudian memberi masukan melalui rapat dengar pendapat tentang Laporan Audit Laporan Keuangan pemerintahan Pusat (LKPP). pemerintahan juga didorong terlibat terlibat dengan komunitas yang rentan, baik secara secara langsung atau melalui organisasi penduduk sipil yang mana mewakili mereka.
Selain itu, Kementerian teknis harus didorong untuk melakukan konsultasi umum tentang anggaran sektoral, seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, atau sektor lainnya. Dan terakhir, Seknas Fitra merekomendasikan pemerintah memberi potensi formal bagi umum untuk berkontribusi pada investigasi audit yang digunakan relevan melalui mekanisme-mekanisme seperti Citizen Participatory Audits (Audit Sosial).
Artikel ini disadur dari Transparansi Anggaran Indonesia Stagnan, FITRA: Partisipasi Publik Rendah